hypedistrict.id – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan usaha penyampaian aspirasi masyarakat terkait RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, ia menekankan bahwa tidak semua aspirasi dapat diakomodasi dalam proses tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan Habiburokhman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Solidaritas Advokat untuk Kebenaran dan Anti Kriminalisasi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Proses Pembentukan RUU KUHAP
Habiburokhman menjelaskan bahwa meskipun tidak semua pendapat masyarakat bisa ditampung, RUU KUHAP ini tetap berfungsi untuk mewakili aspirasi yang ada. “Mustahil semua undang-undang menyerap seluruh aspirasi dari seluruh elemen masyarakat sebab aspirasi masyarakat tidak sepenuhnya sama satu sama lain,” ujarnya.
Proses pembentukan RUU KUHAP diakui oleh Habiburokhman telah dilakukan secara transparan dan partisipatif. “Yang perlu digarisbawahi secara garis besar, ikhtiar kami memastikan proses pembentukan undang-undang KUHAP transparan dan partisipatif, sudah maksimal,” jelasnya.
Ia juga memastikan bahwa ketentuan-ketentuan penting dalam RUU KUHAP yang bersifat reformis sudah dimasukkan dalam rancangan tersebut.
Keberadaan RUU KUHAP yang MendESAK
Habiburokhman menekankan bahwa pengesahan RUU KUHAP saat ini sangat penting untuk menghindari berjatuhannya korban akibat relevansi KUHAP 1981. “Hal itu, menurut dia, agar tidak ada lagi korban-korban dari KUHAP 1981,” ujarnya.
Walaupun demikian, ia menambahkan bahwa kemungkinan RUU KUHAP tidak disahkan tetap ada. “Hal tersebut bisa terjadi jika para penolak KUHAP berhasil meyakinkan para pimpinan partai untuk membatalkan pengesahan RUU KUHAP,” katanya.
Ia memperingatkan bahwa jika RUU KUHAP gagal lagi, Indonesia akan kembali merasakan dampak dari sistem hukum yang tidak berfungsi dengan baik.
Kegalauan atas Pembentukan RUU KUHAP
Habiburokhman mengingatkan kegagalan pembentukan RUU KUHAP pada 2012 yang membutuhkan waktu lama untuk dibahas kembali. “Belajar dari kegagalan pembentukan KUHAP 2012 yang baru bisa berjalan lagi 2024,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, “Kami perkirakan kita menunggu 12 tahun lagi untuk mengganti KUHAP 1981,” hal ini menunjukkan urgensinya pengesahan RUU KUHAP saat ini.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya melibatkan korban langsung dalam proses pembahasan undang-undang ini.