Kebijakan Deportasi Migran yang Kontroversial di AS

Kebijakan Deportasi Migran yang Kontroversial di AS

hypedistrict.id – Pemerintahan Presiden Donald Trump telah mengeluarkan kebijakan baru yang kontroversial terkait deportasi migran dalam waktu enam jam. Kebijakan ini memungkinkan otoritas Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) untuk mendeportasi migran tanpa proses hukum tambahan.

Sebelumnya, ICE memberikan waktu 24 jam bagi migran untuk berkonsultasi dengan pengacara sebelum deportasi.

Kebijakan Deportasi Mendadak

Dalam memo yang dirilis, dinyatakan bahwa dalam ‘keadaan mendesak’, migran dapat dideportasi setelah mendapat informasi mengenai hak mereka untuk berkonsultasi dengan pengacara. ‘Memo ini menunjukkan bagaimana pemerintahan Trump bersiap memperluas jangkauan deportasi ke berbagai negara, bahkan yang tidak memiliki hubungan erat dengan migran,’ demikian laporan dari Washington Post.

Kebijakan ini diizinkan setelah Mahkamah Agung AS mencabut larangan deportasi ke negara ketiga dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia. Baru-baru ini, delapan migran dari berbagai negara seperti Kuba, Laos, dan Vietnam telah dipindahkan ke Sudan Selatan.

Pemerintah AS juga telah meminta lima negara Afrika untuk menerima migran yang dideportasi, dengan jaminan bahwa negara tersebut tidak akan melakukan penyiksaan atau penganiayaan terhadap mereka. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan hak asasi manusia yang seharusnya menjadi prioritas.

Tantangan Hukum dan Reaksi Publik

Kritik datang dari berbagai kalangan, termasuk Trina Realmuto, pengacara dari Aliansi Litigasi Imigrasi Nasional, yang menyebut kebijakan ini sebagai ‘risiko serius bagi keselamatan dan kehidupan para migran.’ Dia mewakili sekelompok migran yang mengajukan gugatan class action terhadap kebijakan deportasi kilat ini.

Advokat imigrasi menilai bahwa kebijakan ini tidak manusiawi karena banyak migran yang tidak memiliki ikatan sosial, budaya, atau bahasa di negara tujuan baru mereka. Pemerintah berargumen bahwa tindakan ini bertujuan untuk mempercepat pemindahan migran tanpa izin tinggal atau catatan kriminal.

BACA JUGA:  Makna Di Balik Ungkapan "Pulang Tanpa Medali Tapi Membanggakan"

Selama masa jabatan pertamanya, Trump juga menerapkan kebijakan serupa dengan mengirim migran dari El Salvador dan Honduras ke Guatemala. Di sisi lain, pemerintahan Joe Biden memiliki kesepakatan dengan Meksiko untuk menerima migran dari negara-negara yang sulit dipulangkan secara langsung.

Kasus Kilmar Abrego Garcia

Memo ICE terbaru ini juga dijadikan bukti dalam kasus hukum Kilmar Abrego Garcia, seorang penduduk Maryland yang dideportasi secara salah ke El Salvador. Kasus ini menunjukkan risiko yang mungkin terjadi pada individu yang terkena dampak dari kebijakan baru ini.

Sebagai tindak lanjut, masyarakat semakin mengkhawatirkan dampak dari kebijakan ini terhadap jutaan migran di AS. Pertanyaan yang muncul adalah apakah langkah ini akan memberikan solusi yang tepat atau justru memperburuk situasi yang ada.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *